Dosa-Dosa Besar Orang Tua Pada Anak
Sumber: Google Images

Perkataan apa yang sering kamu dengar ketika tengah berdebat dengan orang tua kamu?. Satu dari sekian banyak perkataan itu mungkin adalah;

"Kamu Bakal Tahu, Kalau Nanti Sudah Jadi Orang Tua".

Perkataan yang secara makna sangat dalam, dalam sekali makna negatifnya.

Menganggap anaknya sendiri bakal melakukan hal yang sama pada anaknya di masa depan, dan mewajarkan semua perilaku orang tua meskipun itu salah besar, karena tujuannya adalah untuk kebaikan.

Ya, inilah perkataan yang sering terlontarkan dari mulut orang tua yang penuh akan dosa. Dosa akan ketidakmampuannya mengajarkan anak untuk memiliki kepribadian yang baik, berani, dan juga positif.

Artikel yang dibuat oleh Min Nikunews ini mungkin akan terasa menohok bagi kamu yang sudah menjadi orang tua dan menuju lansia, peringatan bagi orang tua baru, dan memicu amarah bagi yang pernah merasakannya.

Baca Juga: Boleh Gak Suami Istri itu Child Free?

Mungkin juga terasa seperti curhat, tetapi tidak bisa dibilang sepenuhnya curhat. Karena hampir semua anak yang mungkin sekarang sudah berada di bangku perkuliahan, baru memulai bahtera rumah tangga, dan berjuang dengan bisnisnya, pernah merasakan ini.

Min Nikunews akan membahas tentang baladanya perkataan di awal, dimulai dari poin;

  • Dosa-Dosa Besar Orang Tua Terhadap Anak.
  • Jika Sudah Terjadi, Maka Inilah yang Seharusnya Orang Tua Lakukan!
  • Sebagai Korban, Apa yang Harus Kamu Lakukan?.
Mari kita mulai dari yang pertama;

Dosa-Dosa Besar Orang Tua Terhadap Anak

Dosa-Dosa Besar Orang Tua Pada Anak
Sumber: Google Images

1. Membanding-bandingkan Anak/Pilih Kasih.

Ya, membanding-bandingkan anak adalah salah satu dosa besar yang sering kali dilakukan oleh orang tua tanpa sadar. Bahkan beberapa dari orang tua menganggap ini adalah wajar.

Mereka sering kali berpedoman bahwa Yang Tua Harus Mengalah Pada yang Muda.

Ambil contoh ketika seorang Abang dan Adik yang ingin sekali makan buah mangga. Si Abang baru makan sedikit dari buah mangga yang dia beli dari pasar.

Baru beberapa saat kemudian saat Abang mengecek di dapur untuk makan mangganya lagi, mangga yang dibelinya habis. Ketika ditanya siapa yang menghabiskannya, jawabannya adalah si Adik.

Rasa kesal kemudian timbul dari si Abang dan membuat marah. Lalu orang tua datang sebagai pahlawan yang tidak mengerti tempat dan solusi yang tepat, berkata;

"Kamu kan Abang, mengalah saja sama Adik".

Begitu seterusnya untuk masalah-masalah lain. Beberapa kasus yang ekstrim bahkan memaksa Abang untuk tidak lanjut kuliah, agar Adiknya bisa terus sekolah.

"Kamu kerja saja ya, ga usah kuliah, bantu Ibu cari uang, biar Adik bisa tamat sekolah".

Di real life, Min Nikunews bahkan menemukan Abang dan Adik yang ia adalah satu angkatan perkuliahan. Namun, Abangnya dipaksa untuk mengalah agar berhenti kuliah, karena uang kuliah si Adik lebih mahal di jurusan Kedokteran.

Lebih parah lagi, alasan mengapa Abangnya ini disuruh berhenti, karena orang tuanya menganggap bahwa si Adik lebih pintar dan punya prospek masa depan yang cerah.

Ya, dibandingkan Abangnya yang "hanya" kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi, dan semasa SD pernah tinggal hingga 3 kali.

Ini benar-benar real, karena Abang dan Adik itu adalah teman dari Min Nikunews semasa SD dulu di Riau.

Perkataan bahwa Abang Harus Selalu Mengalah seperti ini lambat laun akan menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak pernah disayang, tidak pernah diprioritaskan, dan tidak pernah diperhatikan.

Hidup mereka seolah hanya untuk membantu Si Adik saja.

Sedangkan bagi Si Adik, ini akan menjadikannya manusia yang manja, yang semua bisa terselesaikan berkat adanya seorang Abang. Bahkan lebih parah lagi, Si Adik bisa saja menganggap remeh si Abang.

Ketika keinginannya tidak terwujud, ia akan mudah menyalahkan orang lain, baik itu Si Abang, ataupun orang tua daripada melakukan introspeksi pada diri sendiri.

Ketika si Abang mulai memberontak, maka orang tua akan lanjut memberikan serangan balik yang super kolot, mulai beradu nasib.

Ya, seperti menyalahkan bahwa karena kelahiran anaknya, orang tua tidak bisa lebih banyak berkarya dan melanjutkan impiannya.

"Dulu, Ibu bisa saja kuliah dan mendapatkan kerja yang lebih baik, tapi karena ketemu Bapakmu, nikah, dan setelah Ibu gak ada tuh mikiran lagi impian ibu, demi kalian!".

"Kamu Bakal Tahu, Kalau Nanti Sudah Jadi Orang Tua!".

2. Bersikap kasar Pada Anak, Baik Secara Fisik maupun Verbal.

Berikutnya adalah gampang berkata-kata kasar kepada anak, baik itu secara fisik maupun verbal.

Memukul anak memang diperbolehkan, terlebih ditujukan untuk memperingatinya akan kesalahan yang dibuat.

Ini adalah opsi yang memang diberikan oleh panutan kita, seorang muslim, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam".

TAPI, PERLU DIINGAT BAHWA OPSI YANG DIBERIKAN OLEH Rasul ini perlu dilakukan dengan cara yang tidak menyakitkan, dan juga diambil sebagai opsi terakhir.

Lihat kenyataannya, orang tua kebanyakan lebih suka membungkam kenakalan anaknya dengan cara-cara yang kasar. Berkata kepada anaknya seperti;

- "Kamu kok bodoh?"
- "Kamu kok susah sekali dibilangin?"
- "Selalu bikin susah aja kamu!"
dan lain-lain.

Itu dengan perkataan, dan dengan perbuatan adalah dengan memukul si anak dengan item-item seperti;

- Tali pinggang
- Sapu lantai, sapu lidi
- Sandal
- Gantungan baju dan lain-lain.

Orang tua lupa bahwa setiap anak yang lahir ke dunia itu fitrah dan suci. Mereka belum bisa berpikir dengan jernih, mana yang baik dan mana yang buruk.

Dan ketika mereka berbuat kesalahan, ajarkan mereka untuk tahu bahwa apa yang mereka lakukan sebelumnya itu salah. Lakukan dengan perkataan dan perbuatan yang lembut.

"Adik kok seperti itu?, jangan seperti itu lho, Mama gak mau temenan ah kalau Adik masih bandel".

atau sejenisnya. Ya, ibarat di dunia kerja, ketika karyawan membuat kesalahan, mereka akan diberikan SP 1 terlebih dahulu. SP2, SP3 dan baru pemecatan.

Tapi, dalam dunia mengasuh anak hasil buat sendiri, apakah SP yang diberikan hanya sampai 3?, apakah ada istilah memecat seseorang dari status anak kandung?.

Malu, jika kesabaran kita setipis tisu.

Lalu apa dampaknya ketika anak yang nakal, malah diberi perkataan dan perbuatan yang lebih menyakitkan?.

Ya, mereka akan menjadi lebih bandel, lebih nakal. Beberapa dari mereka mungkin akan menjadi pendiam, alias tidak berani akan dunia luar.

Mereka menganggap bahwa dunia luar, adalah dunia di mana orang-orang tidak boleh berbuat kesalahan sedikitpun.

Ambil contoh ketika anak berlarian di dalam rumah, kamu sebagai orang tua sudah memperingatkannya, dan karena terlalu asyik bermain, Sang Anak tidak sengaja memecahkan gelas.

Ada 2 kejadian yang mungkin bakal terjadi di sini;

1. Memukuli anak dengan item-item sebelumnya (Tali pinggang, sapu lantai, sapu lidi,sandal, gantungan baju) dan membereskan pecahan gelas sendirian, atau..

2. Mengajaknya untuk membersihkan pecahan gelas bersama-sama, dan mengajarinya untuk tanggung jawab dengan berkata "Lihat kan apa yang terjadi kalau lari-lari di dalam rumah, lain kali hati-hati, dan pilihlah tempat bermain yang tepat". 

3. Meruntuhkan Semangat Anak.

Berikutnya dalam dosa-dosa besar orang tua pada anak, adalah gampang meruntuhkan semangat anak.

Ya, bisa dibilang bahwa ini adalah buah ketidakmampuan orang tua dalam menerapkan komunikasi yang baik. Buah dari gagalnya memahami kemauan anak.

Bayangkan saja jika Ayah Lionel Messi adalah seseorang yang berkata seperti ini;

"Mes, jangan berharap lebih pada sepak bola lagi, tinggi kamu tidak bisa bertambah dan hanya segitu-segitu saja, akan sia-sia saja perjuanganmu".

Mungkin, kita tidak akan pernah melihat salah satu GOAT di dunia sepakbola selamanya.

Banyak orang tua yang tidak sadar akan hal ini. Banyak. Perkataan di atas, dan sejenis, jika ditilik lebih dalam benang merahnya maka kita akan tahu bahwa orang tua berkata seperti itu juga karena rasa sayang.

Tapi sayang, rasa sayang tidak sama dengan rasa tidak percaya dan rasa meremehkan, Tidak akan pernah sama.

Satu kata, yakni Jangan, sangat berarti bagi tumbuh kembang si anak.

Ketika mereka terlalu sering mendengar kata jangan ini, mereka akan tumbuh sebagai seseorang yang tidak berani, kreativitasnya mati total.

"Kamu jangan kuliah lagi ya, kamu kan cewek, paling nanti nikah terus di rumah cuci piring".
"Kamu jangan kuliah jauh-jauh ya, di sini saja, di luar pulau itu keras".
"Kamu jangan keluar pas malam hari ya, nanti ada begal"

Hahaha, perkataan di atas sungguh halus ya?, halus tapi mematikan!!.

Mungkin beberapa orang tua tega berkata seperti itu karena belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka tidak mau anaknya merasakan pil pahit yang dulu mereka rasakan.

TAPI, DUNIA TIDAK PERNAH SESUAI DENGAN PREDIKSI MANUSIA. DUNIA ITU PENUH DENGAN TANDA TANYA. NASIB ORANG DITENTUKAN OLEH DIRINYA SENDIRI, DAN NASIB SESEORANG DENGAN ORANG LAIN ITU, BERBEDA!!.

4. Menjadikan Anak sebagai Pelampiasan Emosi.

Berikutnya adalah menjadikan anak sebagai pelampiasan emosi.

Hal ini sering kali terjadi pada anak yang orang tuanya pekerja kantoran. Ketika ada masalah di kantor, dan di rumah anak berbuat kesalahan.

Kuota marah yang seharusnya ia dapat adalah 1KB, malah bertambah menjadi 1GB karena masalah yang sebelumnya dialami orang tua di kantor.

Hal sebaliknya juga tidak boleh kamu lakukan ketika sedang ada masalah di rumah, lalu membawanya di kantor. Jika iya, kamu jauh dari kata profesional, kamu amatir!.

5. Lebih Takut Perkataan Orang Lain Ketimbang Mengecewakan Anak.

Selanjutnya, adalah lebih takut perkataan orang lain ketimbang mengecewakan anak.

Semisal anak disuruh untuk terus belajar dan mengorbankan waktu main demi mendapatkan ranking di kelas. Ketika anak mendapatkan ranking di kelas, orang tua bisa gunakan itu untuk jaga gengsi pada tetangga.

"Anak ku itu lho belajar terus makanya dia ranking 1 di kelasnya".

Anak malah menjadi alat untuk orang tua menjaga gengsi. Sungguh ironis, karena di saat bersamaan, saat ia punya keinginan untuk bermain bersama teman-temannya, orang tua cenderung acuh.

6. Mengekang Kebebasan Anak.

Berikutnya adalah mengekang kebebasan si anak. Biasanya dilakukan dengan dosa-dosa sebelumnya.

Anak-anak yang dikurung kebebasannya, umumnya akan menjadi anak yang benar-benar dimanja. Semua keperluan dan kebutuhannya sudah dipersiapkan oleh orang tua.

Asalkan Si Anak mau mengikuti semua perintah orang tuanya untuk jangan kesana dan kemari. Jangan melakukan hal-hal yang orang tua tidak perintahkan.

7. Tidak Memberikan Ruang Pada Anak untuk Berkembang.

Berikutnya adalah tidak memberikan ruang bagi anak untuk berkembang.

Tidak adanya ruang untuk anak berkembang, akan menjadikan dirinya pribadi yang lemah, tidak bisa berpikir kritis, gampang ketipu, tidak punya pendirian yang kuat dan lain-lain.

Mereka, anak-anak yang kurang ruang untuk berkembang akan tumbuh menjadi anak yang emosian tapi pendendam. Dan ketika emosi itu meledak, maka itu akan berbahaya bagi dirinya sendiri dan juga orang-orang sekitar.

Lagi-lagi salah siapa?. Salah orang tua yang kurang berikan anak ruang untuk berkembang.

Orang tua seperti ini, umumnya berpedoman bahwa mereka adalah pelindung si anak, mereka lah ujung tombak untuk si anak mendapatkan kesuksesan.

Mereka tidak mau anaknya kenapa-kenapa ketika sedang berjuang.

Dalam bahasa keren parenting, orang tua toxic seperti ini disebut overprotective.

8. Memaksa Anak untuk Selalu Mengikuti Perintahnya.

Berikutnya adalah dosa memaksa anak untuk selalu mengikuti apa yang orang tua inginkan. Ya, penjelasan mengenai dosa ini sebenarnya sudah dijelaskan secara eksplisit pada dosa-dosa sebelumnya.

9. Terlalu Sibuk dengan Pekerjaan.

Nah ini, dosa yang sering dilakukan oleh seorang Ayah. Mereka menganggap bahwa urusan mengasuh anak sepenuhnya diberikan pada seorang Ibu.

Padahal anak yang kurang mendapatkan pola pengasuhan dari seorang Ayah cenderung tidak bisa berpikir kritis. Mereka jadi lebih banyak menilai sesuai dengan logika perasaan, dan bukan logika akal.

Memang benar kalau Ibu adalah madrasah pertama bagi si anak, tapi sehebat apapun seorang ibu mengasuh anaknya, penalarannya tidak akan sekuat seorang Ayah.

Penalaran yang kuat dari seorang Ayah inilah yang nantinya akan menjadi benteng bagi si Anak ketika tumbuh dewasa. Apalagi di zaman ini, yang informasi fitnah lebih mudah tersebar ketimbang informasi kebaikan.

Mereka akan lebih mudah untuk menilai sesuatu yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.

Contohnya, di zaman LG** ini, seseorang yang tampil layaknya seorang perempuan, dianggap tidak masalah selama dia masih menuaikan ibadah dan berbuat baik kepada orang-lain.

Perasaan tidak mempermasalahkan inilah yang perlahan akan jadi racun dalam hati.

"Owh tidak apa-apa tampilannya seperti bencong/letoy/lemah gemulai, yang penting kan hatinya baik dan berguna untuk sesama".

Apa yang dilakukan, yakni masih menuaikan ibadah dan berbuat baik itu memang benar, tapi itu tidak bisa digunakan sebagai pembenaran atau sebagai penutup bahwa dia boleh bersikap seperti bencong.

10. Tidak Mengapresiasi Anak.

Terakhir, (meskipun bukan yang terakhir) adalah tidak pernah mengapresiasi anak.

Semisal ketika anak selesai menggambar, orang tua bukannya memberikan apresiasi, malah buru-buru mengatakan;

"Lakukan sesuatu yang bermanfaat, jangan hanya menggambar saja, bantu Ibu atau Ayah di rumah sana".

Perlakuan konstan yang didapatkan anak seperti ini, akan menjadikannya tumbuh sebagai seseorang yang tidak dekat dengan orang tuanya.

Menjadikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang haus akan validasi, dan mereka akan mencari validasi tersebut meskipun kepada orang yang tidak baik dan punya niat jahat sekalipun..

Mereka akan lakukan apa saja, demi mendapatkan pengakuan.

Mereka tumbuh menjadi pribadi yang malas untuk berbicara dengan orang tua, dan lebih memilih untuk dekat bersama dengan teman-temannya.

Jika Sudah Terjadi, Maka Inilah yang Seharusnya Orang Tua Lakukan!

Bahaya Pola Asuh Toxic Parenting di Masa Tua
Sumber: Google Images

Apa yang kita tanam, maka itulah yang kita dapatkan.


Jika kamu termasuk orang tua dengan 10 dosa besar di atas, maka yang bisa kamu lakukan pertama kali adalah;

- Menyadari dan menyesali kesalahan yang ada.

Jangan pernah berikan proses penyadaran dan penyesalan ini dengan perkataan TAPI.

"Iya, Ayah/Ibu memang salah, Tapi itu semua demi kebaikan..."

Perkataan ini seperti sopan didengar, tapi kenyataannya punya makna egois yang tinggi, yang mengatakan bahwa orang tau tahu segalanya. Apalagi berkata seperti ini;

"Ibu yang melahirkan kamu 9 bulan, dan sekarang sudah tidak ingat lagi dengan ibu?".

Memang iya, bahwa ibulah yang mengandung anak selama 9 bulan. Tapi itu bukan jadi alasan bahwa anak pantas mendapatkan 10 perlakuan tidak baik di atas atau bahkan lebih.

Lagi pula, (tanpa kurang rasa hormat dari Min Nikunews), banyak wanita di dunia ini yang bisa mengandung 9 bulan dan melahirkan.

Tapi, hanya sedikit yang bisa mengurus anaknya untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sayang kepada Ibu dan Ayahnya.

Hanya sedikit, dan spesialnya orang tua bagi anak bukan karena Ibunya mengandungnya 9 bulan, atau karena Ayahnya mendapatkan banyak uang...

Tapi ketika orang tua mampu memberikan pendidikan karakter yang kuat, berani, penuh perasaan positif, dan sabar. 

- Meminta maaf setulus hati kepada anak.

Jangan memaksa anak untuk buru-buru berikan permintaan maaf. Tugasmu adalah meminta maaf setulus hati, dan soal diterima atau tidak, itu bukan urusanmu, tapi urusan orang yang mendengarnya. 

- Menerima dan bersabar ketika mendapatkan perlakuan yang sama dari anak sendiri.

Entah itu mendapatkan perkataan kasar, tidak pernah ditelpon anak karena anak sibuk kerja, anak tidak pernah menghargai pekerjaan kita, dan lain-lain.

Bisa jadi itu cara Tuhan memberikan kita hukuman di dunia, dan menghabiskannya di dunia. Karena Tuhan tahu, ketika hukuman ini diberikan di akhirat, kita tidak akan sanggup menerimanya.

Bukan berarti anak bebas melakukan apa saja kepada orang tua ya..TIDAK SAMA SEKALI, tapi ya sekali lagi, Apa yang kita tanam, maka itulah yang kita dapatkan.

- Memperbanyak dengarkan kajian yang menenangkan hati di rumah

Terakhir adalah dengan mendengarkan banyak kajian yang menenangkan hati di rumah. Hindari untuk mendengarkan kajian tentang bakti anak pada orang tua.

Karena apa?, karena kamu sudah jadi orang tua, dan kajian seperti itu cocoknya didengarkan pada audiens anak-anak muda.

Jika kamu menontonnya, ditakutkan kamu malah akan semakin banyak menuntut pada anak. Jika kamu masih ingin mendengarkannya, maka posisikan dirimu sebagai anak yang siap berbakti pada Ayah dan Ibu (Kakek dan Nenek anakmu).

Sebagai Korban, Apa yang Harus Kamu Lakukan?.

Memaafkan Kesalahan Orang Tua
Sumber: Google Images

Lalu sebagai korban?, apa yang mestinya kamu lakukan?.

Tidak bisa dipungkiri bahwa mengobati luka pengasuhan seperti ini tidaklah mudah. Kita tidak bisa sembuh hanya dalam 1-2 bulan saja, atau bahkan dengan menikah sekalipun, luka pengasuhan belum tentu bisa sembuh total.

Yang bisa kamu lakukan hanyalah berdoa agar memiliki hati yang kuat, demi bisa menerima masa lalu, demi bisa memaafkan.

Memarahi orang tua akan dosa-dosa mereka di masa lalu, hanya akan membuka luka pengasuhan tersebut lebih lebar.

Tidak ada gunanya melakukan itu. Terlebih jika orang tuamu sudah meninggal dan tidak sempat meminta maaf.

Yang perlu kamu lakukan adalah belajar parenting yang baik, belajar bahwa menjadi orang tua itu memang tidaklah mudah, tidak pernah mudah.

Ingat, karena orang tua kamulah, kamu bisa hidup, sekolah, mendapatkan teman yang banyak dan lain-lain.

Mereka memang salah, tapi bukan berarti kamu berhak balas dendam kepada orang tua yang sudah ngos-ngosan membesarkan kamu.

Tidak berhak sama sekali.

Belajar untuk memberikan jawaban bahwa kamu memang bisa menjadi orang tua yang baik. Yang tidak lagi berkata;

"Kamu Bakal Tahu, Kalau Nanti Sudah Jadi Orang Tua".

Tapi..

"Maafkan Ayah dan Ibu ya Nak".

Salam Nikunews, Salam Info Menarik dan Menyenangkan.